Pendapat Imam Syafi’i Tentang Tauhid

15.12 Posted In Edit This 0 Comments »

[1]. Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya, Imam Syafi’i mengatakan : “Barangsiapa yang bersumpah dengan menyebut salah satu asma’ Allah, kemudian melanggar sumpahnya, maka ia wajib membayar kaffarat. Dan barangsiapa yng bersumpah dengan menyebut nama selain Allah, misalnya, “Demi Ka’bah”, “Demi ayahku” dan sebagainya, kemudian melanggar sumpah itu, maka ia tidak wajib membayar kaffarat.”

Begitu pula apabila ia bersumpah dengan mengatakan “demi umurku”, ia tidak wajib membayar kaffarat. Namun, bersumpah dengan meyebut selain Allah adalah haram, dan dilarang berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah melarang kamu untuk bersumpah dengan menyebut nenek moyang kamu. Siapa yang hendak bersumpah, maka bersumpahlah dengan menyebut asma Allah atau lebih baik diam saja”[1]



Imam Syafi’i beralasan bahwa asma’-asma’ Allah itu bukan makhluk, karenanya siapa yang bersumpah dengan menyebut asma’ Allah, kemudian ia melanggar sumpahnya, maka ia wajib membayar kaffarat.”[2]

[2]. Imam Ibn al-Qayyim menuturkan dalam kitabnya Ijtima’ al-Juyusy, sebuah riwayat dari Imam Syafi’i, bahwa beliau berkata: “Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangan saya, shahib-shahib (murid-murid) saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan saya ambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain, adalah iqrar seraya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allakh, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, serta bersaksi bahwa Allah adalah di atas ‘Arsy di langit, dan dekat dengan makhluk-Nya, terserah kehendak Allah, dan Allah itu turun ke langit terdekat kapan saja Allah berkehendak.”

[3]. Imam adz-Dzahabi meriwayatkan dari al-Muzani, katanya: “Apabila ada orang yang mengeluarkan unek-unek yang berkaitan dengan masalah tauhid yang ada dalam hati saya, maka itu adalah Imam Syafi’i.”

Saya pernah dengar di masjid Cairo dengan beliau, ketika saya mendebat di depan beliau, dalam hati saya terdapat unek-unek yang berkaitan dengan masalah tauhid. Kata hatiku, saya tahu bahwa seseorang tidak akan mengetahui ilmu yang ada pada diri Anda, maka apa yang sebenarnya yang ada pada diri Anda?

Tiba-tiba beliau marah, lalu bertanya: “Tahukah kamu, di mana kamu sekarang?” Saya menjawab, “Ya”. Beliau berkata, “Ini adalah tempat di mana Allah menenggelamkan Fir’aun. Apakah kamu tahu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyuruh bertanya masalah yang ada dalam hatimu?”. “Tidak”, jawab saya. “Apakah para sahabat pernah membicarakan masalah itu?”, Tanya beliau lagi. “Tidak pernah”, jawab saya. “Berapakah jumlah bintang di langit?”, Tanya beliau lagi. “Tidak tahu”, jawab saya. “Apakah kamu tahujenis bintang-bintang itu, kapan terbitnya, kapan terbenamnya, dari bahan apa bintang itu diciptakan?”, Tanya beliau. “Tidak tahu”, jawab saya. “Itu masalah makhluk yang kamu lihat dengan mata kepalamu, ternyata kamu tidak tahu. Mana mungkin kamu mau membicarakan tentang ilmu Pencipta makhluk itu”, kata beliau mngakhiri.

Kemudian beliau menanyakan kepada saya tentang masalah wudhu’, ternyata jawaban saya salah. Beliau lalu mengembangkanmasalah itu menjadi empat masalah, ternyata jawaban saya juga tidak ada yang benar. Akhirnya beliau berkata: “masalah yang kamu perlukan tiap hari lima kali saja tidak kamu pelajari. Tetapikamu justru berupaya untuk mengetahui ilmu Allah ketika hal itu berbisik dalam hatimu. Kembali saja kepada firman Allah:

“Artinya : Dan Tuhan kamu adalah Tuhan yang Naha satu. Tidak ada Tuhan (yang Haq) selain Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (gersang) dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angina dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sesungguhnya (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan Allah)bagi orang-orang yang berakal.” [Al-Baqarah : 163-164]

“Karenanya”, lanjut Imam Syafi’i, “Jadikanlah makhluk itu sebagai bukti atas kekuasaan Allah, dan janganlah kamumemaks-maksa diri untuk mengetahui hal-hal yang tidak dapat dicapaioleh akalmu.”[3]

[4]. Imam Ibn Abdil Bar meriwayatkan dari Yunus bin Abdul A’la, katanya: “Apabila kamu mendengar ada orang berkata bahwa nama itu berlaianan dngan apa yang diberi nama, sesuatu itu, maka saksikanlah bahwa orang itu adalah kafir zindiq.”

[5]. Dalam kitabnya ar-Risalah, Imam Syafi’i berkata: “Segala puji bagi Allah yang memiliki sifat-sifat sebagaimana Dia mensifati diri-Nya, dan di atas yang disifati oleh makhluk-Nya.”

[6]. Imam adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala’ menuturkan dari Imam Syafi’i, kata beliau: “Kita menerapkan sifat-sifat Allah ini sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kita meniadakan tasybih (menyamakan Allah dengan makhluk_nya), sebagaimana Allah juga meniadakan tasybih itu dalam firman-Nya:

“Artinya : Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia.” [Asy-Syura : 11] [4]

[7]. Imam ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya, saya mendengar Imam Syafi’i berkata tentang firman Allah:

“Artinya ; Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu (Hari Kiamat) benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan merek.” [Al-Muthaffifin : 15]

Ayat ini memberitahu kita bahwa pada Hari Kiamat nanti ada orang-orang yang tidak terhalang, mereka dapat melihat Allah dengan jelas.” [5]

[8]. Imam al-Lalaka’i menuturkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya: “saya dating ke rumah Imam Syafi’i, ketika itu ada sebuah pertanyaan kepada beliau: “Apakah pendapat anda tentang firman Allah dalam surat al-Muthaffifin ayat 15, yang artinya, “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu (Hari Kiamat) benar-benar erhalanga dari (melihat) Tuhannya?.”

Imam Syafi’i menjawab, “Apabila orang-orang itu tidak dapat melihat Allah karena dimurkai Allah, maka ini merupakan dalil bahwa orang-orang yang diridhai Allah akan dapat melihat-Nya.”

Ar-Rabi’ lalu bertanya: “Wahai Abu Abdillah, apakah anda berpendapat seperti itu?. “Ya, saya berpendapat seperti itu, dan itu saya yakini kepada Allah”, begitu jawab Imam Syafi’i.[6]

Pendapat Imam Syafi’i Tentang Tauhid

Sabtu, 24 Februari 2007 10:19:02 WIB


PENDAPAT IMAM SYAFI'I TENTANG TAUHID


Oleh
Dr. Muhammad Abdurrahman Al-Khumais

0 komentar: